Adam Ilyas – Artikel ini membahas apakah hukum harus selalu tertulis dengan meninjau peran hukum tertulis dan tidak tertulis dalam sistem hukum Indonesia, serta pentingnya keseimbangan antara keduanya dalam menghadapi perubahan sosial.
Pendahuluan
Dalam perdebatan mengenai apa yang disebut sebagai “hukum,” sering kali muncul pertanyaan mendasar: apakah hukum itu harus selalu tertulis? Secara konvensional, hukum sering kali diasosiasikan dengan undang-undang atau peraturan yang ditulis dan disahkan oleh otoritas yang berwenang. Namun, konsep hukum jauh lebih kompleks daripada sekadar kumpulan aturan tertulis. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi argumen-argumen baik yang mendukung maupun yang menentang pandangan bahwa hukum harus selalu tertulis, serta meninjau relevansinya dalam konteks hukum modern di Indonesia.
Hukum sebagai Aturan Tertulis
Pandangan bahwa hukum harus tertulis berakar kuat dalam tradisi positivisme hukum. Menurut teori ini, hukum adalah seperangkat aturan yang dibuat, diumumkan, dan ditegakkan oleh negara. Dengan demikian, hukum haruslah jelas, pasti, dan tertulis agar dapat diketahui dan dipatuhi oleh masyarakat. Argumen utama yang mendukung pandangan ini adalah bahwa hukum yang tertulis memberikan kepastian hukum (legal certainty). Kepastian hukum adalah prinsip yang sangat penting karena memberikan stabilitas dan kejelasan dalam interaksi sosial dan ekonomi.
Di Indonesia, konsep hukum tertulis ini tercermin dalam berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah yang dihasilkan oleh lembaga legislatif dan eksekutif. Hukum tertulis ini tidak hanya memberikan panduan bagi masyarakat tentang apa yang diperbolehkan dan dilarang, tetapi juga memberikan landasan bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas mereka.
Hukum Tidak Tertulis dan Peranannya
Di sisi lain, tidak semua hukum harus tertulis untuk dapat dianggap sah. Dalam banyak masyarakat, hukum tidak tertulis, atau yang dikenal sebagai hukum adat, memiliki kekuatan yang sama, atau bahkan lebih besar, daripada hukum tertulis. Hukum adat adalah hukum yang berkembang dari kebiasaan dan tradisi masyarakat yang bersangkutan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Meskipun tidak tertulis, hukum adat memiliki otoritas dan dipatuhi oleh anggota masyarakat yang tunduk pada norma-normanya.
Di Indonesia, hukum adat memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Hukum adat ini mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum perdata, pidana, dan hukum lingkungan. Meskipun tidak tertulis, hukum adat diakui oleh negara dan dihormati dalam sistem hukum Indonesia, terutama dalam konteks penyelesaian sengketa lokal dan pengelolaan sumber daya alam.
Tantangan Hukum Tidak Tertulis
Namun, hukum tidak tertulis memiliki kelemahan yang signifikan, terutama dalam hal ketidakpastian dan fleksibilitas. Karena hukum tidak tertulis bergantung pada kebiasaan dan praktik yang berkembang dalam masyarakat, interpretasi dan penerapannya dapat bervariasi dari satu komunitas ke komunitas lain. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama ketika ada konflik antara hukum adat dan hukum nasional yang tertulis.
Di Indonesia, ketidakpastian ini sering kali muncul dalam konteks sengketa tanah antara masyarakat adat dan pemerintah atau perusahaan swasta. Meskipun hukum adat diakui, dalam praktiknya, hukum tertulis sering kali lebih diutamakan oleh aparat penegak hukum, yang dapat menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat adat. Contoh nyata dari ketegangan ini adalah konflik agraria di berbagai daerah, di mana masyarakat adat merasa bahwa hak-hak mereka atas tanah telah dilanggar oleh kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan hukum tertulis.
Keseimbangan antara Hukum Tertulis dan Tidak Tertulis
Untuk mengatasi tantangan ini, penting untuk mencari keseimbangan antara hukum tertulis dan tidak tertulis. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan mengkodifikasi hukum adat ke dalam hukum tertulis tanpa menghilangkan esensinya. Dengan cara ini, hukum adat dapat diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional, memberikan kepastian hukum bagi semua pihak sambil tetap mempertahankan nilai-nilai dan tradisi lokal.
Di Indonesia, upaya untuk mengkodifikasi hukum adat telah dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk dalam penyusunan undang-undang yang mengakui keberadaan hukum adat dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, misalnya, memberikan pengakuan hukum terhadap keberadaan desa adat dan peran hukum adat dalam pengelolaan desa. Namun, upaya ini perlu terus diperkuat dan disempurnakan agar hukum adat dapat benar-benar dihormati dan diterapkan secara adil dalam sistem hukum nasional.
Hukum dan Perubahan Sosial
Perdebatan tentang apakah hukum harus tertulis atau tidak juga berkaitan dengan dinamika perubahan sosial. Dalam masyarakat yang terus berkembang dan berubah, hukum tertulis dapat dengan cepat menjadi usang jika tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. Di sisi lain, hukum tidak tertulis memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan sosial.
Sebagai contoh, dalam masyarakat adat yang mengalami perubahan akibat modernisasi dan urbanisasi, hukum adat sering kali menyesuaikan diri dengan kondisi baru tanpa perlu adanya perubahan formal. Fleksibilitas ini memungkinkan hukum tidak tertulis untuk tetap relevan dan dihormati, meskipun masyarakat mengalami perubahan signifikan. Namun, fleksibilitas ini juga dapat menimbulkan masalah ketika terjadi ketidakjelasan atau inkonsistensi dalam penerapan hukum.
Di Indonesia, perubahan sosial yang cepat, termasuk urbanisasi, globalisasi, dan perkembangan teknologi, menuntut adanya adaptasi dalam sistem hukum. Hukum tertulis perlu diperbarui secara berkala untuk mencerminkan realitas baru, sementara hukum tidak tertulis perlu terus diperhatikan dan dilestarikan sebagai bagian dari identitas dan kekayaan budaya bangsa.
Kesimpulan
Pertanyaan apakah hukum harus tertulis atau tidak tidak memiliki jawaban yang sederhana. Keduanya memiliki peran penting dalam sistem hukum, baik secara nasional maupun lokal. Hukum tertulis memberikan kepastian hukum dan stabilitas, sementara hukum tidak tertulis menawarkan fleksibilitas dan adaptabilitas yang diperlukan dalam menghadapi perubahan sosial.
Dalam konteks Indonesia, penting untuk mengakui dan menghormati keberadaan hukum tidak tertulis seperti hukum adat, sambil tetap memastikan bahwa hukum tertulis yang ada relevan dan dapat diterapkan secara adil. Integrasi yang lebih baik antara hukum tertulis dan tidak tertulis dapat membantu menciptakan sistem hukum yang lebih inklusif dan adil bagi semua lapisan masyarakat.
Di masa depan, tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana menjaga keseimbangan ini, terutama dalam menghadapi perubahan sosial yang cepat. Hukum tidak hanya harus tertulis atau tidak tertulis, tetapi juga harus mencerminkan nilai-nilai keadilan, kejelasan, dan relevansi yang dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian, hukum akan terus berfungsi sebagai alat yang efektif untuk menjaga ketertiban dan keadilan di tengah masyarakat yang beragam dan dinamis.